Rabu, 09 Februari 2011

akibat perceraian


NAMA : HENDRA SIREGAR
NIM    : 220708410
M.K     : Perbandingan hukum dan undang-undang
 Akibat Perceraian
Hal-hal apa yang perlu dilakukan oleh pihak isteri maupun suami setelah terjadi perceraian diatur dalam pasal 41 Undang-Undang Perkawinan yang pada dasarnya adalah sebagai berikut:
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memlihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya.
b. Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi tanggungjawab pihak bapak, kecuali dalam kenyataannya bapak dalam keadaan tidak mampu sehingga tidak dapat melakukan kewajiban tersebut, maka Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas isteri.
Pasal 38 Perkawinan dapat putus karena :
a. kematian,
b. perceraian dan
c. atas keputusan Pengadilan.


Pasal 39
1.      Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2.      Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.
3.      Tatacara perceraian didepan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
Pasal 40
1.      Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
2.      Tatacara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :
a.       Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;
b.      Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
c.       Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.



Kedudukan anak
Pasal 42
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
Pasal 43
1.      Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
2.      Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 44
1.      Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat daripada perzinaan tersebut.
2.      Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas permintaan pihak yang berkepentingan.
Putusnya Perkawinan di lihat dari Kompilasi Hukum Islam dan UU no.1 tahun 1974 tentang Perkawinan.  Suatu perkawinan tentunya dibangun dengan harapan untuk mewujudkan keluarga yang bahagia,kekal dan abadi sampai akhir hayat. Akan tetapi kenyataannya perkawinan tersebut terkadang tidak selamanya berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Banyak perkawinan berakhir di tengah jalan.Berakhirnya perkawinan biasanya disebut juga dengan putusnya perkawinan.
Secara garis besar menurut Kompilasi Hukum Islam dan UU no.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, putusnya perkawinan disebabkan oleh beberpa hal, yaitu: kematian, perceraian dan keputusnya pengadilan.
Perceraian itu sendiri merupakan hal yang dibolehkan namun dibenci oleh Allah SWT. Putusnya perkawinan yang disebabkan oleh perceraian biasanya disebabkan oleh talaq atau berdasarkan gugatan cerai.
Arti talaq itu sendiri berarti membuka ikatan atau membatalkan perjanjian. Secara umum talaq diartikan sebagai peceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya suami atau istri. Sedangkan secara khusus, talaq diartikan sebagai perceraian yang dijatuhkan oleh suami. (Mulati, 1999)
Dalam pasal 115 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan pasal 39 ayat (1) UU no.1 tahun 1974 tentang Perkawinan dijelaskan bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan oleh perceraian hanya bisa dilakukan di hadapan sidang pengadilan, tentunya setelah pengadilan mengadakan usaha untuk mendamaikan kedua belah pihak terlebih dahulu namun tidak berhasil. Pasal 39 ayat (2) UU no.1 tahun 1974 tentang Perkawinan juga memaparkan bahwa untuk melakukan perceraian harus didasari oleh alasan yang cukup bahwa kedua belah pihak tidak dapat lagi hidup rukun sebagai suami-istri.
Adapun alasan-alasan dari terjadinya perceraian di paparkan dalam Pasal 116 UU no.1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal tersebut berbunyi:
  1. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
  2. salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alas an yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
  3. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun  atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
  4. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
  5. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
  6. antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
  7. suami melanggar taklik-talak.
  8. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.
Menurut hukum Islam suami memiliki hak untuk menjatuhkan talaq kepada istrinya sesuai dengan alasan-alasan yang terdapat dalam UU Perkawinan dan KHI. Di Pengadilan Agama maupun di Pengadilan Negeri dikenal istilah Cerai Talaq, sedangkan untuk putusan pengadilannya sendiri dikenal juga istilah cerai gugat. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa cerai talaq adalah cerai yang dijatuhkan oleh suami kepada istri. Sedangkan cerai gugat adalah cerai yang dijatuhkan oleh istri kepada suami. Disinilah letak perbedaannya.
Harus diakui bahwa dengan adanya lembaga mediasi dan difungsikannya secara optiomal lembaga tersebut membawa banyak dampak positif. Lembaga mediasi ini selalu berpulang pada syar’i. Al-Qur’an selalu kembali pada lembaga hakam itu. Jadi, hakam dari pihak suami dan hakam dari pihak istri. Jadi, setiap perkara yang bisa diarahkan dengan menggunakan lembaga hakam dan mengarah pada syiqoq, sebisa mungkin menggunakan lembaga mediasi. Lembaga mediasi ini maksudkan agar permohonan cerai suami-istri dapat berakhir dengan berdamainya kedua belah pihak dengan kata lain suami-istri tersebut tidak jadi meneruskan permohonan cerai tersebut.
Pasal 41 UU no.1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :
  1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;
  2. Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
  3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
Melihat pasal ini jelas sekali bahwa walaupun telah terjadi perceraian masing-masing pihak dalam hal ini suami dan istri tetap memiliki tanggungjawab terhadap anak dari hasil perkawinan mereka. Sang suami pun tetap memiliki tanggungjawab terhadap bekas istrinya selama bekas istrinya belum memiliki suami lagi.
Adanya UU Perkawinan dan KHI dimaksudkan agar kita bersama-sama lebih dapat memaknai arti dari suatu lembaga perkawinan sehingga kita, khususnya para pasangan suami-istri tidak lekas-lekas memutuskan untuk bercerai ketika dirasa sudah tidak ada lagi keharmonisan dalam biduk rumah tangga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar